Keberadaan ‘Sunda Wiwitan’ di Indonesia

Keberadaan ‘Sunda Wiwitan’ di Indonesia – Pada tahun 1998, orang Sunda berjumlah sekitar 33 juta, yang sebagian besar tinggal di Jawa Barat. Diperkirakan 1 juta tinggal di provinsi lain. Sensus tahun 1990 menemukan bahwa Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari provinsi mana pun di Indonesia dengan 35,3 juta orang. Selain itu, populasi perkotaan mencapai 34,51%, jumlah yang benar-benar signifikan yang dapat dijangkau dengan berbagai media.

Meskipun demikian, orang Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling tidak dikenal di dunia. Mereka sering bingung dengan Sudan Afrika dan nama mereka bahkan telah salah eja di ensiklopedia. Beberapa pemeriksaan ejaan pada program komputer juga mengubahnya ke Sudan. Sejarah singkat sebelum abad ke-20 ini dimaksudkan untuk memperkenalkan Anda kepada orang Sunda di Jawa Barat, Indonesia. Pada abad ini, sejarah mereka telah terjalin dengan kebangkitan nasionalisme yang akhirnya menjadi Indonesia modern. raja slot

Keberadaan ‘Sunda Wiwitan’ di Indonesia

Mitos Penciptaan

Tidak seperti banyak kelompok orang, tidak ada mitos penciptaan atau catatan mitos lain yang menjelaskan asal usul orang Sunda. Tidak ada yang tahu dari mana mereka datang atau bagaimana mereka menetap di Jawa Barat. Mungkin pada abad-abad awal setelah Kristus, sejumlah kecil kelompok suku Sunda menjelajahi hutan-hutan gunung di Jawa Barat yang mempraktikkan budaya ladang berpindah (tebang dan bakar). Semua mitos awal berbicara tentang orang Sunda yang menjadi pekerja lapangan dan bukannya petani padi. www.americannamedaycalendar.com

Sistem Keyakinan Asli

Keyakinan mereka membentuk fondasi dari apa yang sekarang disebut agama asli Sunda. Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui dengan pasti apa kepercayaan ini, indikasi terbaik ditemukan dalam puisi epik tertua (Wawacan) dan di antara suku Badui terpencil. Orang Badui menyebut agama mereka Sunda Wiwitan [bahasa Sunda awal]. Tidak hanya Badui hampir sepenuhnya bebas dari unsur-unsur Islam (kecuali yang diberlakukan selama 20 tahun terakhir), mereka juga menunjukkan sangat sedikit karakteristik Hindu. Beberapa kata dalam bahasa Sanskerta dan mitos terkait Hindu tetap ada.

Dalam monografnya, Robert Wessing mengutip beberapa sumber yang menunjukkan untuk orang Sunda secara umum. Berdasarkan sistem tabu, agama Badui adalah animisme. Mereka percaya arwah mendiami bebatuan, pohon, sungai dan benda mati lainnya. Roh-roh ini berbuat baik atau jahat tergantung pada ketaatan seseorang terhadap tabu. Ribuan tabu berlaku untuk setiap aspek kehidupan sehari-hari.

Para pemeluk Sunda Wiwitan mengundang Tuhannya dengan sebutan Sang Hyang Kersa. Juga memuja arwah nenek moyang. Seiring perkembangan jaman, ajaran tentang kepercayaan ini telah disetujui tradisi Islam dan Hindu.

Sejarah Sunda Wiwitan

Sunda Wiwitan berpartisipasi menjadi topik perbincangan yang sangat menarik dalam beberapa pertemuan dan diskusi, berbicara masalah Sunda Wiwitan maka yang terbesit dalam pikiran adalah wilayah Baduy, karena orang-orang Baduy lah yang setia percaya kepercayaan Sunda Wiwitan tersebut. Masyarakat Baduy bertempat tinggal ditanah adat daerah Desa Kanekes Kecamatan Lewidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, antara perbukitan dan pegunungan Kendang, Banten Selatan. Luas desa ini menurut peraturan daerah kabupaten Lebak No. 32 tahun 2001 yaitu kira-kira 5.101,85 hektar.

Menurut Saleh Danasasmita dan Anis Djati Sunda dalam bukunya Tata Ruang Masyarakat Baduy, Baduy adalah wilayah masyarakat yang dijadikan Mandala (Kawasan Suci) yang resmi dibuat oleh raja, sehingga masyarakatnya berkewajibnan memeilhara kabuyutan. Tempat pemujaan nenek moyang, bukan Hindu atau Budha. Oleh karena itu masyarakat Baduy senantiasa selalu mempertimbangkan wilayahnya dari perlindungan budaya luar demi Kawasan yang diakui suci tersebut.

Sementara itu Sunda Wiwitan terdiri dari dua kata Sunda dan Wiwitan. Menurut Kamus Umum Basa Sunda, Sunda nyaeta salah sahiji seler bangsa Indonesia nu nyicingan daerah Jawa Barat, Pasundan, tanah, daerah urang Sunda (salah satu suku bangsa Indonesia yang mendiami daerah Jawa Barat, adapula Pasundan yang berarti daerah / wilayah orang Sunda), Wiwitan yang berarti awal, mimiti (Awal, Pertama) (Wirakusumah, dkk, 1995: 493.565) jadi jika disingkirkan Bahasa Sunda Wiwitan adalah suku bangsa Sunda pertama.

Selanjutnya Sunda Wiwitan sering digunakan sebagai penamaan atas keyakinan atau sistem kepercayaan “masyarakat keturunuan Sunda” yang masih mengukuhkan ajaran agama leluhur kesundaan. Dasar religi masyarakat Baduy dalam ajaran Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang mengutamakan monoteistis, penghormatan terhadap roh nenek moyang, dan kepercayaan kepada satu otoritas yaitu Sanghyang Keresa (Yang Maha Kuasa), yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib). Serta yang bersemayan di Buwana Nyungcung (Buana Atas).

Didalam masyarakat Baduy Ada ritual yaitu memuja nenek moyang atau karuhun masyarakat Baduy sendiri yang bertempat di Sasaka Domas setiap tanggal 16,17,18 pada bulan setiap bulan. Setiap teras diberi hambaro, benteng, yang terdiri atas susunan menhir (batu tegak), dari batui kali. Di atas teras, ada menhir yang besar dan tinggi, sekita 2 m, di lantai atas ada “batu lumpang” dengan lubang bergaris tengah sekitar 90 cm, menhir dan arca batu. Arca batu ini disebut Arca Domas. Domas berarti keramat, suci. Tingkatan teras makin ke selatan undak-undakan makin tinggi dan suci.

Praktisi Roh

Untuk membantu orang-orang dalam kebutuhan spiritual mereka, ada para praktisi seni sihir yang disebut dukun. Dukun ini aktif dalam penyembuhan atau praktik mistik seperti numerologi. Mereka mengklaim kontak dengan kekuatan gaib yang melakukan penawaran mereka. Beberapa dukun ini akan menggunakan sihir hitam tetapi sebagian besar dianggap bermanfaat bagi orang Sunda. Dari buaian sampai liang kubur, beberapa keputusan penting dibuat tanpa bantuan dukun. Kebanyakan orang membawa jimat di tubuh mereka dan menyimpannya di tempat yang menguntungkan di properti mereka. Beberapa bahkan mempraktikkan mantra sihir secara independen dari sang dukun. Sebagian besar kegiatan ini terletak di daerah di luar Islam dan bertentangan dengan Islam. Tetapi orang-orang ini masih dianggap sebagai Muslim.

Kesimpulan

Memahami bahasa Sunda dewasa ini merupakan tantangan besar bagi para sejarawan, antropolog, dan cendekiawan agama. Bahkan para sarjana Sunda terkemuka enggan untuk mencoba menggambarkan karakter dan kontribusi orang-orang. Mungkin, dalam banyak hal, bahasa Sunda telah terserap ke dalam budaya Indonesia yang baru selama 50 tahun terakhir.

Keberadaan ‘Sunda Wiwitan’ di Indonesia1

Selama bertahun-tahun, penganut kepercaytaan Sunda Wiwitan tidak dicantumkan dalam Kartu Tanda Penduduk Indonesia, sehingga menjadi kontroversi. dalam Undang-Undang pasal 61 ayat 1 dan 2 tahun 2006. Beberapa pasal di atas jika dikaji berdaarkan makna kemerdekaan, maka di dalamnya terdapat pasal-pasal tersebut sebagai-tidak ada eksistensi bagi para penghayat kepercayaan padahal sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28E ayat 2 yang berbunyi tentang setiap orang yang sesuai dengan harapan percaya, percaya pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi tentang negara menjamin masing-masing penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Maka jelaslah undang-undang tersebut bertentangan dengan undang-undang 1945. Diperlukan sudah selayaknya warga Indonesia Dipercaya haknya untuk memilih dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta, mendapat persetujuan dengan dicantumkannya pada kolom perjanjian di Kartu Tanda Penduduk. Maka penulis meyakinkan di cantumkannya penghayat kepercayaan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada bulan November 2017 lalu.